Penyebab dan Faktor Risiko Gagap

Gagap adalah gangguan bicara yang ditandai dengan permasalahan pada kelancaran dan alur bicara pengidapnya. Umumnya, kondisi ini terjadi pada anak-anak dan merupakan fase normal dari proses belajar berbicara. Beberapa anak dapat melalui kondisi ini seiring pertumbuhan mereka, tetapi ada juga yang terus mengalaminya hingga usia dewasa. Gagap juga bisa dialami oleh orang dewasa dan umumnya terjadi karena cedera kepala berat penyakit saraf yang progresif, atau stroke. Trauma psikologi dan pemberian obat-obatan yang kurang tepat juga diduga menyebabkan timbulnya gagap onset lambat pada dewasa. Pengidap gagap mengalami kesulitan dalam mengucapkan apa yang ingin disampaikan, sehingga mereka memanjangkan atau mengulang suatu kata atau susunan kata saat bicara. Dalam kasus tertentu, pengidap gagap bahkan kesulitan mengucapkan kata tertentu. Beberapa karakteristik dari pengidap gagap adalah memanjangkan bunyi suatu kata, melakukan pengulangan bunyi atau suku kata, dan memiliki jeda, atau menahan suatu kata atau kata yang tidak dapat diucapkan sama sekali. Gagap adalah lebih dari sekadar ketidak lancaran berbicara tapi masalah tersebut juga bisa mencakup ketegangan atau perasaan negatif tentang berbicara. Orang yang gagap mungkin akan menghindari situasi tertentu untuk menyembunyikan kegagapannya. Misalnya, tidak mau berbicara di telepon, karena itu akan membuat mereka lebih sering gagap. Gagap juga bisa berubah dari hari ke hari. Ada saatnya pengidap fasih saat berbicara, dan ada saat-saat ketika mereka lebih gagap. Stres atau kegembiraan bisa menyebabkan pengidap lebih banyak gagap.

Penyebab dan Faktor Risiko Gagap

Penyebab gagap belum diketahui dengan pasti, tetapi sejumlah penelitian menunjukkan bahwa gagap terkait dengan empat faktor berikut ini :

1.      Faktor Genetik

Gen yang spesifik menyebabkan gagap sebenarnya belum diketahui. Meski begitu, data menunjukkan bahwa hampir 60% penderita gagap juga memiliki anggota keluarga yang gagap.

2.      Pertumbuhan atau Perkembangan Anak.

Gagap umumnya terjadi pada anak-anak berusia di bawah 5 tahun. Hal ini terjadi karena belum sempurnanya kemampuan berbahasa atau berbicara pada anak, sehingga tergolong wajar.

3.      Neurogenik

Gagap dapat dipengaruhi oleh gangguan pada otak, saraf, dan otot yang terlibat dalam kemampuan berbicara. Kondisi ini bisa disebabkan oleh kecelakaan, bisa juga akibat penyakit, seperti : stroke, cedera otak traumatis, atau penyakit Alzheimer.

4.      Trauma Emosional (Psikogenik).

Meski jarang terjadi, gagap juga dapat terkait dengan trauma emosional. Kondisi ini biasanya terjadi pada orang dewasa yang mengalami stres berat, atau penyakit kejiwaan tertentu.

Selain kondisi di atas, terdapat beberapa faktor yang dapat memicu kemunculan atau perburukan gagap, yaitu :

1.      Jenis kelamin pria.

2.      Usia di atas 3,5 tahun.

3.      Tumbuh kembang yang terhambat pada masa kanak-kanak.

4.      Stres, misalnya saat dipojokkan, dipaksa untuk lekas berbicara, atau ditekan.

Gejala Gagap

Gejala gagap biasanya muncul pertama kali saat anak berusia 18-24 bulan. Penderita gagap mengalami kesulitan dalam berbicara, yang ditandai dengan keluhan berikut :

1.      Kesulitan memulai kata, frasa, atau kalimat.

2.      Pengulangan pada bunyi, suku kata, atau kata, misalnya menyebut kata “makan” dengan “ma-ma-ma-makan”.

3.      Perpanjangan pada kata atau suara dalam sebuah kalimat, misalnya menyebut kata “minum” dengan “emmmmmm-minum”.

4.      Adanya jeda saat berbicara.

5.      Adanya suara tambahan, seperti “um” atau “aaa” pada jeda saat berbicara.

6.      Tegang atau kaku pada wajah dan tubuh bagian atas saat mengucapkan sebuah kata.

7.      Timbul perasaan cemas sebelum berbicara.

Selain keluhan di atas, gagap juga menimbulkan tanda dan gejala fisik berupa :

1.      Bibir atau rahang gemetar.

2.      Mata berkedip secara berlebihan.

3.      Tangan sering mengepal.

4.      Otot wajah berkedut.

5.      Wajah yang menegang.

Penanganan Gagap

Terapi untuk mengatasi gagap bisa berbeda-beda, tergantung pada usia atau kondisi kesehatan pasien. Tujuan terapi ini adalah untuk mengembangkan keterampilan pasien, seperti :

1.      Meningkatkan kelancaran berbicara.

2.      Mengembangkan komunikasi yang efektif.

3.      Meningkatkan kemampuan bersosialisasi dengan banyak orang di sekolah, tempat kerja, atau lingkungan sosial lainnya.

Berikut ini adalah beberapa jenis terapi yang bisa dilakukan untuk mengatasi gagap :

1.      Terapi Wicara

Terapi ini bertujuan untuk mengurangi gangguan dalam berbicara dan meningkatkan kepercayaan diri pasien. Terapi bicara berfokus untuk mengendalikan gejala gagap saat berbicara.

Saat terapi wicara, pasien akan diberikan arahan untuk meminimalkan munculnya gagap dengan berbicara lebih perlahan, mengatur pernapasan saat berbicara, dan memahami kapan gagap akan muncul. Terapi ini juga dapat melatih pasien untuk mengelola kegelisahan yang sering muncul ketika akan berkomunikasi.

2.      Penggunaan Peralatan Elektronik

Pasien dapat menggunakan peralatan khusus yang dapat membantu meningkatkan kefasihan berbicara. Salah satu alat yang sering digunakan untuk mengendalikan gejala gagap adalah DAF atau Delayed Auditory Feedback.

Alat ini bekerja dengan merekam ucapan pasien dan langsung memperdengarkannya ke pasien dalam kecepatan yang lebih lambat. Dengan mendengar rekaman dari alat ini, pasien akan terbantu untuk bicara dengan lebih lambat dan jelas.

3.      Terapi Perilaku Kognitif

Terapi perilaku kognitif bertujuan untuk membantu mengubah pola pikir yang dapat memperburuk kondisi gagap. Selain itu, metode ini juga dapat membantu pasien mengelola stres, kecemasan, depresi, dan rasa tidak percaya diri yang dapat memicu gagap.

4.      Keterlibatan Orang Lain

Keterlibatan orang lain sangat berpengaruh pada proses pengendalian gagap. Memahami cara berkomunikasi yang baik dengan penderita gagap, dapat membantu memperbaiki kondisinya.

 

Referensi :

Irma Khoirot Daulany. 2021. Pengaruh Gangguan Berbahasa Berbicara Gagap dalam Komunikasi pada Wanita Usia 16 Tahun. Jurnal Bahasa Indonesia Universitas Prima Indonesia Medan.

Sander, R. & Osborne, C. 2019. Stuttering : Understanding and Treating a Common Disability. American Family Physician, 100 (9), pp. 556-560.

American Speech Language Hearing Association. 2021. Stuttering.

National Institutes of Health. 2017. National Institute on Deafness and Other Communication Disorders. Stuttering.

Harvard Medical School. 2018. Harvard Health Publishing. Stuttering.

Boston Children’s Hospital. 2021. Conditions. Stuttering Symptoms & Cause.

Cleveland Clinic. 2017. Disease & Conditions. Stuttering.