Manfaat Konsumsi Jagung Bagi Kesehatan Tubuh

Pola makan orang Indonesia, khususnya kaum urban dan suburban cenderung berlebihan lemak, garam, dan karbohidrat, tetapi rendah serat, vitamin dan mineral, seperti pada makanan cepat saji. Makanan tersebut mengandung kolesterol, asam lemak jenuh, garam, bahan tambahan makanan dan kandungan serat rendah yang dipastikan menjadi salah satu kelemahan dari menu makanan cepat saji. Sebagian masyarakat masih rela sistem pencernaannya diisi oleh berbagai jenis makanan yang tak sehat. Sementara itu, makanan tradisional Indonesia justru sering kurang diminati. Zat fitokimia pada tanaman dapat dimasukkan ke dalam produk pangan hewani secara alami, agar pangan menjadi lebih sehat. Misalnya, telur kaya asam lemak omega-3 dan betakaroten, yang dihasilkan lewat rekayasa pakan kaya omega-3 dan betakaroten, atau telur dengan kuning telur rendah kolesterol dihasilkan dengan pemberian pakan rendah minyak jenuh dan kolesterol. Dan kita ketahui beberapa komoditas mengandung senyawa berkaroten berpotensi sebagai sumber vitamin A.

Dalam sebuah penelitian disampaikan, bahwa menu makanan yang baik dapat menjaga kesehatan tubuh. Hal ini bisa dilihat pada beberapa populasi dunia yang mempunyai pola pangan berbeda yang menunjukkan kecenderungan usia harapan hidup dan status lansia yang berbeda pula. Bangsa Jepang dengan diet menu tradisional yang kaya serat dan konsumsi teh hijaunya yang tinggi mempunyai populasi penduduk usia lanjut yang cukup besar. Sementara orang Eskimo dengan konsumsi lebih banyak protein dan lemak hewani umumnya berusia lebih pendek. Nampaknya bahan pangan tak hanya bermanfaat sebagai sumber zat kimiawi bergizi tetapi kandungan zat kimiawi non gizi pun berperan penting menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh manusia. Peran komponen-komponen bioaktif ini bagi kesehatan tubuh manusia mendapat banyak sorotan ahli pangan dunia, terutama sejak para pakar Jepang meluncurkan konsep yang aslinya dikenal sebagai FOSHU (Food for Specified Health Use) dan saat ini dikenal dengan sebutan pangan fungsional.

Pangan fungsional adalah bahan pangan yang mengandung komponen bioaktif yang memberikan efek fisiologis multifungsi bagi tubuh, antara lain memperkuat daya tahan tubuh, mengatur ritme kondisi fisik, memperlambat penuaan, dan membantu mencegah penyakit. Komponen bioaktif tersebut adalah senyawa yang mempunyai fungsi fisiologis tertentu di luar zat gizi dasar. Serat termasuk zat nongizi yang ampuh memerangi kanker serta menjaga kolesterol dan gula darah agar tetap normal. Substitusi serat banyak digunakan dalam produk sereal yang menjadi menu favorit di Barat. Selain oligosakarida, serealia sering ditambah bahan-bahan kaya serat lainnya. Dalam hal ini Jagung termasuk tanaman serealia mengandung banyak serat pangan yang populer diteliti potensi kandungan unsur pangan fungsionalnya.

Jagung mengandung serat pangan yang dibutuhkan tubuh (dietary fiber) dengan indeks glikemik (IG) relatif rendah dibanding beras dari padi sehingga beras jagung menjadi bahan anjuran bagi penderita diabetes. Kisaran IG beras / padi adalah 50-120 dan beras jagung 50-90, nilai tersebut sangat relatif, bergantung pada varietasnya. Isu di masyarakat bahwa jagung adalah pangan sehat untuk konsumen tertentu, bahkan bagi penderita penyakit gula (Diabetes Mellitus / DM) dan kelainan jantung, pasien diet dianjurkan secara medis untuk mengonsumsi beras jagung sebagai pangan pokok, atau makanan ringan berbasis jagung. Serat pangan (terutama serat larut) mampu menurunkan kadar kolesterol dalam plasma darah melalui peningkatan ekskresi asam empedu ke feses, sehingga terjadi peningkatan konversi kolesterol dalam darah menjadi asam empedu dalam hati. Selain itu, serat pangan akan mengikat kolesterol untuk disekresikan ke feses sehingga menurunkan absorbsi kolesterol di usus.

Pangan fungsional adalah bahan pangan yang berpengaruh positif terhadap kesehatan seseorang, penampilan jasmani dan rohani, selain kandungan gizi dan cita-rasa yang dimilikinya. Fungsi bahan pangan tidak lagi dua tetapi menjadi tiga, yaitu nutrisi, citarasa, dan kemampuan fisiologis aktifnya. Kategori produk pangan fungsional lain adalah produk yang diperkaya dengan komponen-komponen fitokimiawi nirgizi, komponen aktif yang dapat bersifat antioksidan terkait pada kemampuannya sebagai anti-kanker, anti-penuaan dan sebagainya, anti-hiperlipidemia, anti-thrombotik, anti-virus, anti-angiogenik terkait pada penyakit jantung koroner, stroke. Produk-produk ini umumnya kaya akan kelompok komponen seperti karotenoid, likopen, terpenoid, flavonoid, dan fenolik lain termasuk kelompok katekin dari teh hijau yang sangat tersohor khasiatnya bagi pencegahan penuaan dan risiko kanker.

Keberadaan serat makanan dalam menu sehari-hari terbukti dapat menjaga dan meningkatkan fungsi saluran cerna dan menjaga kesehatan tubuh, terutama untuk menghindari berbagai penyakit degeneratif seperti obesitas, diabetes melitus, dan penyakit kardiovaskuler. Komponen serat pangan yang larut berhubungan dengan daya penurunan kadar kolesterol dan pengontrolan gula darah, sedang komponen yang tidak larut air berperan dalam mempercepat laju pengeluaran kotoran (feses), sehingga dapat mencegah timbulnya penyakit kanker usus besar. Berdasarkan kemampuannya untuk dapat larut dalam air, serat makanan dikelompokkan menjadi serat larut (soluble fiber) antara lain pektin, gum, ?-glukan, dan serat tidak larut (insoluble fiber) termasuk selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Diperkirakan sepertiga serat makanan total (Total Dietary Fiber / TDF) adalah serat makanan yang larut, sedangkan yang terbanyak merupakan serat yang tidak larut. Nilai kecukupan asupan serat makanan yang dianjurkan untuk orang Indonesia dewasa adalah 20-35 g per hari. Walaupun nilai kecukupan yang dianjurkan untuk orang dewasa Indonesia cukup tinggi, tetapi hasil survei menunjukkan bahwa asupan rata-rata serat makanan orang dewasa di Indonesia hanya 10,5 g per hari. Nilai anjuran the National Cancer Institute di Amerika Serikat adalah 20-30 g serat makanan per hari dengan jumlah maksimum 35 g per hari.

Dalam sebuah ulasan disampaikan bahwa, biji jagung memiliki warna yang beragam, mulai dari putih, kuning, merah, jingga, ungu, hingga hitam. Hal ini menunjukkan kekayaan senyawa pigmen antosianin (antosianidin, aglikon, glukosida), karotenoid dan lainnya. Lemak jagung terkonsentrasi pada lembaga, sehingga mengonsumsi jagung utuh lebih baik daripada jagung yang telah dihilangkan lembaganya. Asam lemak omega 6 dan omega 3 merupakan asam lemak esensial bagi manusia.

Dalam sebuah penelitian disampaikan bahwa Vitamin A atau karotenoid dan vitamin E terdapat pada jagung kuning / merah. Selain fungsinya sebagai zat gizi mikro, vitamin tersebut berperan sebagai antioksidan alami yang dapat meningkatkan imunitas tubuh dan menghambat kerusakan degeneratif sel. Senyawa betakaroten selain memiliki aktivitas vitamin A juga dapat memperlambat penuaan, menambah kekebalan, mengantisipasi kanker, penyakit jantung, stroke, katarak, sengatan matahari, dan gangguan otot.  Mengemukakan kemampuan betakaroten untuk menangkap serangan radikal bebas, yang dianggap sebagai penyebab terjadinya tumor dan kanker.

Jagung ungu dan merah mengandung senyawan antosianin. Antosianin termasuk komponen flavonoid, karotenoid, antoxantin, ?-sianin. Sebagai komponen pangan fungsional, antosianin mempunyai fungsi kesehatan yang sangat baik. Beberapa ahli mengutarakan fungsi kesehatan komponen antosianin antara lain sebagai antioksidan antikanker mencegah penyakit jantung koroner.

Dengan demikian melihat beberapa ulaan di atas, tentunya jagung sebagai sumber pangan fungsional memiliki manfaat yang berguna jika dikonsumsi sebagai makanan yang menyehatkan. Selain itu perubahan pola makan yang mengarah pada hidup sehat. Komposisi kimia, potensi zat aktif sebagai bahan baku nutrisi, merupakan nilai unggul jagung sebagai pangan fungsional dibanding serealia lainnya. Informasi karakter nutrisi, bahan aktif pangan fungsional, termasuk serat pangan yang dibutuhkan tubuh (dietary fiber), antioksidan (antosianin, provitamin A / betakaroten), oligosakarida, komposisi asam amino, mineral (Ca, Mg, K, Na, P, Ca dan Fe) juga penting artinya untuk mengubah jagung menjadi pangan fungsional.

Referensi :

Apriadji, W. H. 2002. Makanan Juga Bisa Berfungsi Sebagai Obat. Sedap Sekejap Edisi 7/II:72.

Direktorat Gizi Masyarakat. 2000. Pedoman Pemantauan Konsumsi Gizi. Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. For Healthy Food. 2008. Pangan Fungsional dan Zat Fungsinya.

Heallth Today. 2008. Makanan Fungsional dalam Menu Sehari-hari.

Irawan, D. and C.H. Wijaya. 2002. The Potencies of Natural Food Additives a Bioactive Ingredients. Prosiding Kolokium Nasional Teknologi Pangan Semarang.

Joseph G. 2002. Manfaat Serat Makanan Bagi Kesehatan Kita. Makalah Falsafah Sains. Pasca Sarjana IPB. Bogor.

Karainova, M., D. Drenska, and R. Ochrov. 1990. A Modification of Toxic Effects of Platinum Complexes with Anthocyanins. Eks. Med. Morfol. 29 :19-24.

Losso, J.N. 2002. Preventing Degenerative Diseases by Anti-Angiogenic Functional Foods. Food Technology, 56(6):78.

Leveille, G.A. 1977. The Role of Dietary Fiber in Nutrition and Health, In L.F.Hood, E.K. Wardrip and G.N. Bollenback (Eds.). Carbohydrates and Health. The AVI Publ. Co., Inc., Westport, Connecticut.

Manach, C., A. Mazur, and A. Scalbert. 2005. Polyphenols and Prevention of Cardiovascular Disease. Curr Opin Lipidol. 16:77-84.

Mayne, S.T. 1996. Beta-Carotene, Carotenoids and Disease Prevention in Humans. FASEB.J. 10:690-701.

Prosky L, and De Vries JW. 1992. Controlling Dietary Fiber in Food Product. New York : Reinhold.

Suarni. 2009. Ingin Hidup Sehat Alihkan Langkah Kita untuk Konsumsi Jagung. Tulisan Sinar Tani.

Wang, H., G. Cao, and R.L. Proir. 1997. Oxigen Radical Absorbing Capacity of Enthocyanins. J. Agric. Food. Chem. 45:304-309.

Wijaya, C.H. 2002. Pangan Fungsional dan Kontribusinya Bagi Kesehatan.

WHO. 2000. Expert Consultation on Diet, Nutrition and Prevention of Chronic Disease.