Kebutuhan Gizi pada Masa Tanggap Darurat Bencana

Memiliki 129 gunung api aktif dan berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik aktif dunia membuat wilayah Indonesia memiliki potensi bencana alam maupun non alam.  Menghadapi ancaman bencana tersebut pemerintah mengatur dalam Undang Undang No 24 Tahun 2007 mengenai upaya penanggulangan bencana yang menyebutkan bahwa penanganan bencana bukan hanya peran pemerintah namun juga peran masyarakat, lembaga usaha dan lembaga internasional. Dalam kaitannya dengan bidang kesehatan, pada saat terjadi bencana dapat menimbulkan situasi krisis kesehatan, oleh karena itu penanganan kesehatan dalam penanganan bencana sangat penting.

Salah satu strategi penanggulangan bencana adalah dengan mekanisme koordinasi klaster. Pendekatan klaster adalah salah satu pendekatan koordinatif yang menyatukan semua pihak terkait baik pemerintah atau non-pemerintah bekerjasama dan berkolaborasi baik pada saat prabencana, tanggap darurat dan pasca bencana. Komando penanggulangan bencana ada pada BNPB (Badan Nasional Peanggulangan Bencana). Mekanisme koordinasi kluster penanganan bencana tergambar pada tabel dibawah ini.

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 75 Tahun 2019 disebutkan bahwa pelayanan gizi adalah salah satu pelayanan yang perlu dilakukan sebagai bagian dari penanggulangan krisis kesehatan, yang bertujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan status gizi dan kesehatan korban bencana. Oleh karena itu dalam pendekatan koordinasi klaster, koordinasi kegiatan gizi bencana merupakan tugas dari sub klaster gizi dibawah naungan klaster Kesehatan.

Kegiatan pokok yang dilakukan sub klaster gizi atau disebut sebagai respon gizi pada situasi tanggap bencana ada empat yaitu: pemberian makan bayi dan anak, pencegahan dan penanggulangan gizi buruk, suplementasi gizi dan dukungan gizi pada kelompok rentan. Penentuan sasaran dan kebutuhan dari kegiatan tersebut didapat dari kegiatan Rapid Health Assesment (RHA) gizi yang dilakukan sebelumnya atau maksimal 24 jam setelah dinyatakan bencana.

1.    Pemberian Makan Bayi Dan Anak (PMBA)

Pada saat bencana, standar emas PMBA harus tetap diusahakan berjalan. Standar emas PMBA dimulai dari Inisiasi Menyusu Dini (IMD), pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama, pemberian makanan pendamping ASI mulai 6 bulan, dan terus memberikan ASI sampai berusia dua tahun. Pada saat bencana banyak sekali donasi susu formula, dan penggunaannya akan berakibat fatal karena terbatasnya air bersih serta lingkungan yang kotor sehingga dapat menyebabkan kasus kesakitan dan kematian meningkat. Oleh karena itu harus dibuat nota kesepakatan antara sub klaster kesehatan, sub klaster gizi, BPBD, Dinsos dan Tagana, untuk mengawasi peredaran donasi susu formula di wilayah bencana, mengawasi keamanan dan tanggal kadaluarsa susu formula, memastikan bahwa penggunaan susu formula sesuai indikasi medis.

Penyelenggaraan dapur PMBA oleh sub klaster gizi meliputi penyediaan MPASI bagi anak usia 6-23 bulan dan pemberian informasi terkait pemberian makan bayi dan anak usia 0-23 bulan termasuk konseling menyusui. Pada kegiatan penyediaan MPASI 6-23 bulan sub klaster gizi bermitra dengan pihak Tagana selaku penyelenggara dapur umum dengan memberikan dukungan teknis, dan apabila kebutuhan dapur PMBA belum dapat terpenuhi oleh dapur umum, sub klaster gizi memiliki kapasitas untuk menyelenggarakan dapur PMBA berkordinasi dengan mitra lainnya.

Pada situasi bencana banyak sekali anak yang berisiko tidak mendapat ASI dan tidak mendapat MPASI yang adekuat, oleh karenanya sub klaster gizi harus dapat menghadirkan konselor ASI dan PMBA untuk memberikan dukungan dan bimbingan kepada ibu balita. Kegiatan ini akan berjalan lebih baik bila dapat diselenggarakan di Ruang Ramah Ibu dan Anak (RRIA).

2.    Pencegahan dan Penanganan Gizi Kurang dan Gizi Buruk

Pada saat terjadi bencana, risiko kesakitan dan kematian pada balita dengan status gizi kurang dan buruk meningkat secara signifikan, oleh karena itu pencegahan dan penanganan yang dilakukan secara cepat dan tepat akan menyelamatkan jiwa dan mencegah terjadinya penurunan status gizi. Kegiatan pokok sub klaster gizi dalam pencegahan dan penanganan gizi kurang antara lain:

a.    Mengidentifikasi fasilitas kesehatan rujukan

b.    Melaksanakan tata laksana gizi kurang

c.    Melaksanakan tata laksana gizi buruk rawat inap dan rawat jalan

d.    Memastikan ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan untuk tatalaksana gizi kurang dan gizi buruk

e.    Penugasan Tim Asuhan Gizi (TAG) terlatih

f.     Pelacakan aktif dan deteksi dini kasus kekurangan gizi pada balita oleh msyarakat

g.    Kooordinasi pencegahan dan penanganan gizi kurang dan gizi buruk

3.    Suplementasi Gizi

Pada situasi bencana, pemenuhan gizi makro maupun mikro pada anak balita, ibu hamil dan ibu nifas sangat penting untuk memberikan perlindungan dari berbagai masalah kekurangan zat gizi yang mungkin timbul akibat bencana. Bentuk kegiatan yang dilakukan sub klaster gizi adalah:

a.    Penyediaan makanan tambahan (MT) ibu hamil dan balita

b.    Suplementasi vitamin A pada bayi, balita dan ibu nifas

c.    Suplementasi tablet tambah darah (TTD) bagi ibu hamil dan remaja putri

d.    Koordinasi suplementasi gizi

4.    Dukungan gizi pada kelompok rentan

Yang termasuk kelompok rentan adalah ibu hamil, ibu menyusui, lansia dan penyandang disabilitas. Pemenuhan gizi berupa makanan siap santap harus terpenuhi melalui dapur umum yang dilakukan oleh Tagana (Kemesnsos/ Dinsos) atau organisasi lain yang menyelenggarakan dapur umum pada situasi bencana.

Dari keempat respon gizi yang dilakukan pada masa tanggap darurat tadi tidak dapat dipisahkan dari komunikasi risiko dan pelibatan masyarakat agar masyarakat mendapatkan informasi yang tepat sehingga masyarakat dapat mengambil tindakan yang efektif dan efisien dalam menghadapi risiko risiko yang timbul pada situasi bencana. Kanal informasi yang dapat digunakan adalah melalui radio, TV, sosial media dengan melibatkan tokoh agama, tokoh masyarakat maupun organisasi masyarakat yang memiliki perhatian khusus pada masalah gizi.

Pelibatan masyarakat sangat diperlukan untuk memperluas jangkauan respon gizi yang akan dilakukan, oleh karena itu bermitra dengan sebanyak mungkin elemen masyarakat akan membantu terlaksananya respon gizi dan akan bertambah banyak pula balita, ibu hamil, ibu nifas, lansia, penderita penyakit kronis dan penyandang difabilitas yang terlayani.

 

 

Referensi:

Laporan Tim Siaga Bencana Cianjur, DPD PERSAGI JABAR, 2023

Modul Pelatihan Gizi Bencana, Kementerian kesehatan RI, 2023

https://bnpb.go.id/sejarah-bnpb diakses tanggal 19 juni 2023

https://pusatkrisis.kemkes.go.id/update-penanganan-bencana-gempa-bumi-di kabupaten-cianjur-28-november-2022 diakses tanggal 19 juni 2023