Ini Bahaya Gula Palsu di Makanan dan Minuman

Kita harus dapat memilah dalam perihal makanan dan minuman, dimana hampir sebagian besar produk dibuat menggunakan bahan pemanis buatan (gula palsu). Dimana pemanis buatan yang digunakan sebagai pengganti gula justru berbahaya dengan gula jika konsumsi secara berlebihan. Dengan adanya riset penelitian menambah kecurigaan bahwa pemanis buatan mungkin lebih berbahaya daripada manfaatnya. Soda diet dan produk lain yang mengandung pemanis buatan bebas kalori sangat popular di kalangan sekarang ini, terutama di kalangan orang yang mencoba menurunkan berat badan. Namun, efek kesehatan dari pengganti gula belum sepenuhnya jelas.

Banyak penelitian yang mengisyaratkan adanya potensi masalah kesehatan, termasuk risiko lebih tinggi terkena kanker, penyakit ginjal, dan penyakit jantung. Sekarang, sebuah penelitian besar telah menemukan hubungan potensial antara pemanis buatan dan peningkatan risiko stroke, serangan jantung, dan masalah kardiovaskular terkait. Seperti halnya semua penelitian observasional, temuan ini tidak dapat membuktikan sebab dan akibat, karena ada faktor lain yang dapat menjelaskan hubungan tersebut. Misalnya, dibandingkan dengan orang yang tidak menggunakan pemanis buatan, orang yang mengonsumsi jumlah tertinggi cenderung memiliki indeks massa tubuh yang lebih tinggi, kurang aktif secara fisik, dan mengikuti diet penurunan berat badan.

Namun, menurut Teresa Fung, asisten profesor di Departemen Nutrisi di T.H. Chan School of Public Health, Harvard, para peneliti telah mempertimbangkan faktor-faktor tersebut dan masalah-masalah lain yang berpotensi memengaruhi hasil penelitian. “Orang-orang yang menderita tekanan darah tinggi dan kolesterol tinggi mungkin dianjurkan oleh dokter mereka untuk memperhatikan berat badan mereka, sehingga mereka mungkin beralih ke minuman soda diet,” katanya. Oleh karena itu, minuman soda diet tidak sepenuhnya bersalah atas penyakit jantung di antara orang yang memang sudah berisiko. Untuk mengatasi masalah sebab-akibat terbalik ini, para peneliti tidak memasukkan masalah yang terkait dengan penyakit jantung dalam dua tahun pertama masa tindak lanjut.

Manfaat lain dari penelitian ini meliputi jumlah partisipan yang besar, yaitu lebih dari 100.000 orang, dan analisis diet yang terperinci. Lebih dari separuh partisipan melaporkan mengonsumsi pemanis buatan, dengan mayoritas di antaranya berasal dari minuman ringan. Selain itu, sekitar 30% lainnya berasal dari pemanis meja, seperti yang terdapat pada kemasan makanan dan minuman siap saji, dan sisanya berasal dari makanan yang berbahan dasar susu dan produk lainnya.

Dalam studi ini, juga diidentifikasi tiga jenis pemanis buatan yang paling dikhawatirkan. Aspartam (NutraSweet, Equal) dikaitkan dengan risiko stroke yang lebih tinggi, sementara acesulfame potassium (Sunnett, Sweet One) dan sucralose (Splenda) dikaitkan dengan risiko penyakit arteri koroner yang lebih tinggi. Namun, tidak diketahui dengan pasti mengapa pemanis buatan ini dapat menyebabkan masalah kardiovaskular, menurut Fung. Beberapa ahli berpendapat bahwa pemanis buatan dapat memicu peradangan, mengganggu metabolisme normal, mikrobioma usus, dan pembuluh darah, yang pada gilirannya dapat meningkatkan risiko diabetes tipe 2, kadar kolesterol yang tidak sehat, dan tekanan darah tinggi.

Penelitian lainnya mengatakan bahwa individu yang mengonsumsi pemanis buatan dalam jumlah yang lebih tinggi memiliki 9 persen peningkatan risiko penyakit kardiovaskular dibanding mereka yang tidak mengonsumsinya sama sekali. Ini termasuk individu yang lebih muda yang memiliki indeks massa tubuh (BMI) lebih tinggi, kurang aktif secara fisik, dan lebih cenderung merokok. Para peneliti juga mempelajari berbagai jenis pemanis buatan dan menemukan asupan aspartam dikaitkan dengan peningkatan 17 persen risiko kejadian serebrovaskular, sementara acesulfame potassium dan sukralosa dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit jantung koroner.

 

 

Referensi:

https://www.health.harvard.edu