Cara Menangani Infeksi Jamur pada Kuku

Onikomikosis merupakan infeksi jamur pada kuku, yang dapat mempengaruhi semua komponen  kuku, termasuk pelat kuku, matriks kuku, dan alas kuku. Infeksi jamur pada kuku dapat disebabkan oleh dermatofita, jamur non-dermatofita, atau yeast (ragi). Jika dermatofita merupakan penyebab maka disebut tinea unguium.

Secara umum infeksi jamur pada kuku menunjukkan warna kuku yang berubah menjadi putih atau kuning kecokelatan, yang kemudian berdasarkan gambarannya dibagi menjadi beberapa jenis onikomikosis:

(a) onikomikosis subungual distolateral yang menunjukkan gambaran kekeruhan berwarna keputihan sampai kecoklatan-kuning di tepi ujung kuku. Infeksi kemudian menyebar ke dasar kuku ke lempeng kuku bagian atas.

(b) onikomikosis subungual proksimal terlihat sebagai opasitas putih ke kekuningan pada lempeng kuku yang melekat pada kulit. Perubahan warna ini secara bertahap membesar untuk mempengaruhi seluruh kuku dan berakhir dengan munculnya gumpalan putih dibawah kuku, garis atau bintik putih pada kuku, kuku rapuh dan dapat menunjukkan kerusakan seluruh kuku.

(c) onikomikosis superfisial putih terlihat gambaran bercak putih hingga kuning kusam yang muncul pada permukaan kuku kaki

(d) tipe lainnya Infeksi jamur pada kuku umumnya tidak menyebabkan gejala yang serius, kecuali pada onikomikosis yang disebabkan oleh yeast atau onikomikosis kandida, dimana biasanya disertai dengan rasa nyeri dan bengkak pada jari di area sekitar kuku. Infeksi jamur kuku yang tidak diobati dapat menyebabkan rasa nyeri, kelainan bentuk kuku, kesulitan menggunakan sepatu, dan kurangnya rasa percaya diri. Selain itu, onikomikosis dapat menjadi tidak enak dipandang dan memalukan secara sosial (terutama untuk wanita) dan dapat berdampak buruk pada kualitas hidup.

Faktor risiko infeksi jamur kuku meliputi usia tua, jenis kelamin laki-laki, trauma pada kuku, pasien dengan imunosupresi (termasuk infeksi HIV dan diabetes melitus) dan juga penggunaan sepatu yang terlalu sempit. Pada onikomikosis kandida faktor resiko terutama pada orang yang terpapar lama dengan pekerjaan basah, misalnya mencuci piring.

Meskipun onikomikosis merupakan penyebab dari 50?ri kerusakan pada kuku, konfirmasi diagnostik laboratorium sebelum pengobatan diperlukan. Pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi pemeriksaan mikroskop dengan bahan kimia kalium hidroksida (KOH) untuk mendeteksi infeksi jamur, pemeriksaan kultur lempeng kuku beserta kotoran dibawah lempeng kuku, dan pewarnaan PAS (Periodic Acid Schiff) pada potongan kuku paling berguna.

Pengobatan onikomikosis tergantung pada beberapa faktor, termasuk tingkat keparahan keterlibatan kuku, ada tidaknya infeksi jamur pada kulit, efektivitas pengobatan, dan efek samping obat sehingga sebaiknya dikonsulkan terlebih dahulu kepada dokter. Pengobatan yang diberikan dapat berupa obat minum atau krim. Obat antijamur yang dikonsumsi secara oral direkomendasikan untuk semua jenis onikomikosis, terutama bila lebih dari 50% kuku terkena. Obat minum yang biasa digunakan yaitu terbinafin, itrakonazol, dan flukonazol. Obat oles yang dapat diberikan efinaconazole, tavaborol, siklopiroks, amorolfine, and terbinafin. Terapi kombinasi memiliki efektivitas yang lebih tinggi daripada obat minum atau krim saja.

 

 

Referensi:

Craddock LN, Schieke SM. Superficial Fungal Infection. Dalam: Kang S, Amagi M, Bruckner AL, Enk AH, Margolis DJ, McMichael AJ, Orringer JS (penyunting). Fitzpatrick’s Dermatology 9th edition. ­New York: Mc Graw Hill Education. 2019:2925-2939.

Leung AKC, Lam JM, Leong KF, Hon KL, Barankin B, Leung AAM, Wong AHC. Onychomycosis: An Updated Review. Recent Pat Inflamm Allergy Drug Discov. 2020;14(1):32-45.