Bahaya Merokok pada Kesehatan Pekerja

Merokok adalah faktor risiko nomor satu untuk kanker paru-paru. Melansir dari Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (P2PTM Kemenkes RI) jika dilihat dari prosentase penduduk, Indonesia menempati persentase penduduk sebagai perokok terbesar di dunia. 76 persen pria berusia di atas 15 tahun tercatat sebagai perokok. Ini adalah usia produktif seorang manusia. Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mengatakan, pekerja yang merokok memiliki risiko 15-30 kali lebih tinggi terkena kanker paru-paru atau meninggal akibat kanker tersebut dibandingkan pekerja yang tidak merokok.

Perilaku merokok adalah aktivitas seseorang yang merupakan respons orang tersebut terhadap rangsangan dari luar yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk merokok dan dapat diamati secara langsung. Perilaku merokok dilihat dari berbagai sudut pandang sangat merugikan berbagai pihak, baik untuk dirinya sendiri maupun orang di sekelilingnya. Hal ini dikarenakan rokok memiliki dampak gangguan kesehatan yang sangat serius. Pada orang dewasa rokok dapat menyebabkan kanker paru-paru, jantung, gangguan kehamilan, masalah kesehatan lain seperti batuk, tenggorokan kering, sulit konsentrasi, dan sulit tidur (insomnia). Meskipun demikian, Jumlah perokok dari waktu ke waktu mengalami peningkatan, baik perempuan maupun laki-laki, meskipun jumlah perokok masih tetap lebih banyak ditemukan pada laki-laki. Tingginya jumlah perokok tersebut dapat diakibatkan karena rokok menyebabkan kecanduan miopik.                                                          Pekerja dikategorikan sebagai perokok aktif apabila merokok setiap hari dalam jangka waktu minimal enam bulan selama hidupnya dan masih merokok pada saat dilakukan penelitian. Perokok menurut World Health Organization (WHO) diklasifikasikan menjadi tiga kelompok berdasarkan jumlah rokok yang dihisap per hari, yaitu seseorang yang mengonsumsi rokok satu sampai sepuluh batang per hari disebut perokok ringan, 11 – 20 batang per hari disebut perokok sedang, dan lebih dari 20 batang per hari disebut perokok berat.

Paling sedikit terdapat tiga faktor yang mempengaruhi alasan orang untuk merokok, yaitu Faktor Sosial atau lingkungan. Telah diketahui bahwa karakter seseorang banyak dibentuk oleh lingkungan sekitar baik keluarga, tetangga, maupun rekan kerja. Kemudian Faktor Psikologis. Beberapa alasan psikologis yang menyebabkan seseorang merokok, yaitu demi relaksasi atau ketenangan serta mengurangi kecemasan atau ketegangan.  Yang ketiga Faktor Genetik. Faktor genetik dapat menjadikan seseorang tergantung pada rokok. Faktor genetik atau biologis ini dipengaruhi juga oleh faktor-faktor lain seperti faktor sosial dan psikologis. Perilaku merupakan respon dari berbagai macam faktor baik aspek internal dan eksternal. Perilaku tidak berdiri sendiri akan tetapi berkiatan dengan faktor-faktor lain.

Saat ini ada indikasi bahwa sebagian besar rumah tangga di Indonesia terjerat konsumsi rokok. Dan justru pada rumah tangga termiskin jeratan konsumsi rokok tersebut lebih besar dibanding rumah tangga terkaya. Padahal konsumsi rokok menimbulkan gangguan kesehatan kemudian berdampak pada produktivitas yang bersangkutan dan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa serta berujung pada kemiskinan. Oleh karena itu, konsumsi rokok bagi orang yang termiskin adalah persoalan yang sangat serius. Sehingga upaya pengendalian konsumsi rokok yang marak akhir-akhir ini seharusnya disikapi dalam koridor pencegahan agar orang miskin tidak terjerat dalam konsumsi rokok yang memiskinkan tersebut.

Pandemi Covid-19 memberi pelajaran penting bahwa rokok menjadi faktor peningkatan penularan dan memperberat gejala Covid-19. Ini disebabkan karena merokok dapat menjadi media penularan Covid-19. Merokok dapat menyebabkan gangguan pada sistem imunitas, menjadi faktor komorbid, dan meningkatkan regulasi reseptor ACE2. Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Kesehatan terus menggalakkan promosi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) sebagai gaya hidup sehat di masa pandemi Covid-19. Salah satu indikator PHBS adalah tidak merokok.

Terapi pengganti nikotin seperti permen karet dan nicotine patch dirancang untuk membantu para perokok berhenti merokok. WHO menganjurkan agar para perokok segera mengambil tindakan untuk berhenti merokok dengan menggunakan metode-metode yang sudah terbukti seperti layanan telepon berhenti merokok bebas pulsa, program klinik berhenti merokok, dan terapi pengganti nikotin. Keuntungannya, dalam waktu 20 menit sejak berhenti merokok, laju denyut jantung meningkat dan tekanan darah menurun. Setelah 12 jam, kadar karbon monoksida di dalam darah menurun menjadi tingkat yang normal. Dalam waktu 2-12 pekan, peredaran darah meningkat dan fungsi paru-paru menjadi semakin baik. Setelah 1-9 bulan, batuk dan sesak napas berkurang.

Beberapa perusahaan mensyaratkan calon pekerjanya bebas rokok. Jenis pemeriksaan Medical Check Up yang umum untuk persyaratan bebas rokok adalah pemeriksaan laboratorium cotinine urin. Cotinine merupakan bentuk lain dari nikotin. Cotinine terbentuk ketika nikotin dimetabolisme oleh oksidasi. Cotinine memiliki siklus paruh waktu dalam tubuh dan biasanya ditemukan setelah merokok selama beberapa hari sampai seminggu. Cotinine merupakan indikator penting yang menunjukkan sesorang terpajan oleh asap rokok. Tes cotinine urin dapat dilakukan sebagai skrining yang dilakukan untuk membantu seseorang berhenti merokok, memantau efektivitas pengobatan, dan untuk menentukan dosis terapi.

 

 

Referensi:

Hidayat B, Thabrany H. Model spesifikasi dinamis permintaan rokok: rasionalkah perokok Indonesia? Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 2008; 3(3): 99-108.

Warta Demografi: wahana memasyarakatkan pemikiran demografi, tahun ke-39, No.1 2009 (39-41)

Raja M, Garg A, Yadav P, Jha K, Handa S. Diagnostic Methods for Detection of Cotinine Level in Tobacco Users: A Review. J Clin Diagn Res. 2016

Pandemi covid-19 waktu yang tepat untuk berhenti merokok? sebuah tinjauan naratif: merokok, kematian akibat tb paru, dan tantangan dunia industri di masa pandemi. 6th Indonesian Conferance on Tobacco or Health. 2020