Apa itu Ruptur Perineum? Penyebab, Gejala, & Cara Mengobatinya

Ruptur perineum adalah kondisi berupa robeknya perineum, yaitu suatu area yang tersusun dari otot, kulit, dan jaringan yang berada di antara vagina dan anus. Kondisi ini biasanya terjadi pada wanita selama proses persalinan normal dan lebih sering dialami oleh wanita yang baru pertama kali melahirkan. Lantas, apa saja faktor yang dapat memengaruhi terjadinya ruptur perineum dan bagaimana cara menanganinya?

 

Mari simak ulasan berikut ini untuk mengetahui penyebab, penanganan, hingga cara mencegah ruptur perineum selengkapnya.

 

Apa itu Ruptur Perineum?

 

Ruptur perineum adalah kondisi yang bisa dialami oleh wanita saat melakukan persalinan normal (pervaginam). Kondisi ini ditandai dengan robeknya perineum, yaitu jaringan, otot, dan kulit yang berada di antara vagina dan anus.

 

Ruptur perineum adalah kondisi yang dapat terjadi secara tiba-tiba ataupun iatrogenik karena persalinan dengan bantuan instrumen tertentu serta prosedur episiotomi (teknik sayatan pada perineum untuk memperbesar jalan lahir agar proses persalinan lebih cepat dan menghindari kerusakan pada jaringan perineum yang lebih parah).

 

Derajat Ruptur Perineum

 

Berdasarkan tingkat keparahannya, ruptur perineum dapat dibedakan menjadi beberapa tingkatan, yaitu:

  • Tingkat 1: Luka robekan cenderung sangat kecil dan hanya terjadi pada area kulit saja. Pada tingkat ini, luka robekan dapat terjadi di sekitar bibir vagina (labia), bagian dalam vagina, dan klitoris. Meski menimbulkan rasa sakit, derajat tingkat 1 ini sangat jarang mengakibatkan masalah pada jangka panjang dan luka robekan mudah diperbaiki hanya memerlukan satu atau dua jahitan saja.
  • Tingkat 2: Ruptur perineum tingkat 2 ditandai dengan luka robek yang telah mengenai otot perineum dan kulit. Untuk menangani kondisi ini, dokter akan memberikan jahitan untuk mempercepat pemulihan luka robek pascamelahirkan. Proses penjahitan akan menggunakan bius lokal untuk menghilangkan rasa nyeri dan dilakukan dalam ruang bersalin.
  • Tingkat 3: Luka robekan telah mengenai lapisan vagina yang lebih dalam hingga mencapai otot yang berfungsi untuk mengendalikan anus (anal sphincter). Pada kondisi ini, dokter perlu menjahit setiap lapisan secara terpisah. Proses pemulihan ruptur perineum tingkat 3 biasanya berlangsung selama 2–3 minggu. Bahkan sampai beberapa bulan setelahnya, ibu mungkin akan merasa tidak nyaman saat buang air besar ataupun melakukan hubungan seksual.
  • Tingkat 4: Pada tingkat ini, luka robekan memanjang hingga mencapai dinding rektum. Serupa dengan ruptur perineum tingkat 3, kondisi ini juga dapat terjadi akibat tersangkutnya bahu bayi pada jalan lahir (distosia bahu) ataupun penggunaan forsep dan vakum ekstraktor selama persalinan. Kondisi ini juga berisiko menimbulkan rasa nyeri saat buang air besar, berhubungan seksual, hingga menyebabkan disfungsi dasar panggul. Meski demikian, kasus ini sangat jarang terjadi.

 

Penyebab Ruptur Perineum

 

Ruptur perineum adalah kondisi yang kerap terjadi pada wanita selama proses persalinan berlangsung. Adapun faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya ruptur perineum pada ibu saat bersalin adalah sebagai berikut:

  • Persalinan pertama.
  • Persalinan dengan menggunakan alat bantu, seperti forsep dan vakum ekstraktor.
  • Pernah mengalami robekan perineum di persalinan sebelumnya.
  • Bayi di dalam kandungan berukuran lebih besar dan memiliki berat badan hingga lebih dari 3,5 kilogram.
  • Bayi lahir dengan posisi posterior (posisi kepala berada di bawah dan menghadap ke perut ibu).
  • Menjalani prosedur episiotomi.
  • Memiliki jaringan perineum yang lebih pendek.
  • Persalinan berlangsung lebih lama atau ibu harus mengejan dalam waktu yang lama.
  • Melahirkan saat berusia di atas 35 tahun.

 

Komplikasi Ruptur Perineum

 

Apabila tidak segera ditangani dengan tepat, ruptur perineum berisiko menimbulkan sejumlah komplikasi, seperti:

  • Nyeri akibat luka pada jalan lahir yang dapat bertahan hingga berminggu-minggu.
  • Perdarahan.
  • Hematoma (penumpukan darah abnormal di luar pembuluh darah).
  • Infeksi.
  • Dispareunia, nyeri saat berhubungan seksual.
  • Dehisensi luka, yaitu terbukanya kembali luka operasi yang telah dijahit.
  • Fistula ani.
  • Disfungsi dasar panggul.
  • Inkontinensia urine.

 

Penanganan Ruptur Perineum

 

Sebelum menangani ruptur perineum, dokter perlu mengamati tingkat keparahannya terlebih dahulu untuk menentukan tindakan medis yang akan dilakukan. Adapun sejumlah metode yang umum dilakukan untuk menangani ruptur perineum adalah:

 

1. Penjahitan Luka Robek

 

Utamanya, dokter akan menutup dan merapatkan luka robek dengan prosedur jahit. Prosedur jahit tersebut dilakukan pada ruang bersalin sesaat setelah proses persalinan selesai dilakukan. Lalu, dokter akan memberikan anestesi atau bius lokal untuk menghilangkan rasa nyeri di sekitar area tersebut selama proses penjahitan berlangsung.

 

Setelah penjahitan selesai dilakukan, dokter juga dapat memberikan obat analgesik dan meletakkan kompres dingin pada bekas jahitan untuk membantu meredakan rasa nyeri.

 

2. Perawatan Mandiri di Rumah

 

Sebagai upaya mempercepat proses pemulihan ruptur perineum, dokter juga dapat menganjurkan pasien untuk melakukan perawatan mandiri di rumah. Adapun sejumlah perawatan mandiri yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan pemulihan ruptur perineum adalah:

  • Menjaga luka bekas jahitan agar tetap bersih dan kering.
  • Membersihkan dan mengeringkan vagina setelah buang air kecil atau buang air besar dengan tisu bersih.
  • Meletakkan kompres dingin pada luka bekas jahitan untuk mengurangi bengkak dan rasa nyeri.
  • Menghindari mengangkat beban yang terlalu berat, tidur dengan posisi miring, dan menggunakan bantal atau alas empuk saat duduk untuk mengurangi tekanan pada perineum dan vagina.
  • Mengonsumsi obat pereda nyeri apabila cara-cara di atas tidak dapat membantu meringankan nyeri akibat ruptur perineum.

 

Cara Mencegah Ruptur Perineum

 

Pada dasarnya, ruptur perineum adalah kondisi yang tidak dapat dicegah sepenuhnya dalam proses persalinan. Kendati demikian, beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengurangi risiko terjadinya ruptur perineum adalah sebagai berikut:

 

1. Rutin Berolahraga selama Hamil

 

Berolahraga secara rutin selama masa kehamilan dapat membantu meningkatkan kekuatan otot panggul serta otot di sekitar jalan lahir. Sejumlah penelitian juga mengungkapkan bahwa rutin berolahraga mampu meminimalkan risiko terjadinya robekan jalan lahir yang parah.

 

Adapun beberapa jenis olahraga yang direkomendasikan untuk membantu mengurangi risiko ruptur perineum adalah senam kegelsenam ibu hamil, jalan kaki, berenang, dan lain-lain.

 

2. Melakukan Pijat Perineum dan Latihan Mengejan

 

Ibu hamil juga dianjurkan untuk melakukan pijat perineum dan latihan mengejan 3–4 minggu sebelum persalinan. Hal ini bertujuan untuk melenturkan jaringan perineum saat proses persalinan nantinya.

 

Umumnya, pijat perineum dilakukan oleh tenaga medis dengan memasukkan dua jari yang telah terlubrikasi ke dalam vagina dan menggerakkan satu sisi ke sisi lainnya secara lembut. Selain itu, pijat perineum juga dapat dilakukan setelah memasuki akhir trimester ketiga dengan dibantu oleh pasangan.

 

3. Kompres Area Perineum dengan Air Hangat sebelum Persalinan

 

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko terjadinya ruptur perineum adalah meletakkan kompres hangat pada area perineum sebelum persalinan. Hal ini dilakukan untuk menjaga elastisitas dan kelenturan kulit serta otot di sekitar jalan lahir selama proses persalinan berlangsung.

 

4. Mengejan dengan Baik

 

Ketika persalinan memasuki kala dua atau tahap dorongan kuat untuk meneran, ada baiknya untuk tidak tergesa-gesa dan memaksakan diri. Umumnya, dokter dan bidan akan memandu ibu hamil untuk mengejan secara perlahan agar proses melahirkan berjalan dengan lancar dan efektif.

 

Ikutilah petunjuk dan arahan dari dokter atau bidan selama proses persalinan berlangsung. Dengan mengikuti arahan dari dokter atau bidan selama mengejan, jaringan di sekitar jalan lahir dapat meregang dengan sempurna sehingga bisa memberikan ruang yang cukup untuk jalan lahir bayi.

 

5. Memilih Posisi yang Tepat saat Melahirkan

 

Posisi persalinan yang searah dengan gravitasi, seperti duduk dan berdiri, diketahui dapat meminimalkan risiko terjadinya ruptur perineum. Namun, pastikan untuk mendiskusikan posisi persalinan tersebut dengan dokter guna menghindari risiko komplikasi pascamelahirkan.