Apa Itu Kompplikasi Ketoasidosis Diabetik

Diabetes mellitus (DM) adalah kondisi kronis yang terjadi karena peningkatan kadar gula darah dalam tubuh disebabkan karena tubuh tidak dapat menghasilkan insulin atau tidak dapat menggunakan insulin secara efektif. DM merupakan penyakit multifaktorial dengan komponen genetik dan lingkungan yang sama kuat dalam proses timbulnya penyakit tersebut. Pengaruh faktor genetik terhadap penyakit ini dapat terlihat jelas dengan tingginya penderita diabetes yang berasal dari orang tua yang memiliki riwayat diabetes mellitus sebelumnya. DM sendiri dapat dibagi menjadi 4 tipe jika dilihat dari proses perkembangan penyakitnya. DM dapat mengalami beberapa komplikasi di mana terjadinya komplikasi akut yaitu ketoasidosis diabetik (KAD) menjadi suatu hal penting yang harus dipahami.1

KAD dapat menjadi suatu kondisi yang berat sehingga pasien akan berada dalam kondisi yang buruk sehingga terjadi kadar  keasaman pasien yang tinggi. Pemilihan terapi penyeimbang ( buffering) dengan terapi sodium bikarbonat pada asidosis metabolik akibat KAD masih kontroversial. Asidemia berat yang terjadi pada KAD dapat menyebabkan penurunan kontaktilitas jantung, penurunan respon terhadap katekolamin dan predisposisi terhadap aritmia jantung. Semua kejadian tersebut merupakan faktor risiko untuk perburukan hemodinamik. Asidemia berat juga dapat mempengaruhi kerja insulin terhadap reseptornya, yang dapat mengganggu kapasitas insulin untuk memperlambat kecepatan produksi ketoasid

 

Pada pasien dengan konsentrasi plasma bikarbonat yang sangat rendah, penambahan ion hidrogen dalam jumlah kecil akan menghasilkan penurunan konsentrasi plasma bikarbonat dan pH plasma yang lebih besar. Sebagai contoh, penurunan konsentrasi plasma bikarbonat hingga separuhnya akan menyebabkan penurunan pH arterial sebesar 0.30 unit jika tekanan arteri parsial dari karbon dioksida (PaCO2) tidak mengalami penurunan. Untuk itu diperlukan pemahaman terhadap faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi kecepatan produksi dan ekskresi ketoasid  pada penderita KAD yang mengalami asidemia berat.

Kecepatan produksi ketoasid selama masa puasa atau kelaparan yang berkepanjangan sekitar 1500 mmol perhari. Oksidasi asam lemak rantai panjang (contohnya asam palmitat) dalam mitokondria sel hepatosit akan menghasilkan acetyl coenzyme A, yang merupakan prekursor pembentukan ketoasid; sementara itu, nicotinamide adenine dinucleotide (NAD+) akan mengalami reduksi menjadi NADH dan flavin adenine dinucleotide (FAD) akan mengalami reduksi menjadi bentuk hidroquinonenya, FADH2. Karena kofaktor-kofaktor penting ini hanya ada dalam konsentrasi kecil dalam mitokondria, maka NADH harus diubah menjadi NAD+ dan FADH2 harus diubah menjadi FAD. Konversi ini terjadi selama reaksi coupling fosforilasi oksidatif, dimana adenosine triphosphate (ATP) diregenerasi dari adenosine diphosphate (ADP), yang mengembalikan ion hidrogen yang dihasilkan melalui oksidasi asam lemak rantai panjang kembali ke mitokondria. Oleh karena itu, kecukupan ADP akan menentukan batas kecepatan reaksi coupling fosforilasi oksidatif. Pada penderita KAD, hati tidak dapat menghasilkan ADP dalam jumlah yang mencukupi untuk konversi NADH menjadi NAD+ dan FADH2 menjadi FAD, dengan demikian menyebabkan akumulasi produksi ketoacid.

Ketoasid secara primer teroksidasi di otak dan ginjal. Pasien dengan ketosis yang diakibatkan oleh kelaparan berkepanjangan hanya mengalami asidemia derajat ringan, karena kecepatan ekskresi ketoasid oleh otak dan ginjal setara dengan kecepatan produksi ketoasid hepatik. Selama terjadi ketosis yang disebabkan oleh kelaparan berkepanjangan, otak dapat mengoksidasi sekitar 800 mmol ketoasid per hari. Ginjal akan mengoksidasi sekitar 250 mmol ketoasid dan mengekskresikan sekitar 150 mmol anion ketoacid (sebagian besar bersama amonium) setiap harinya, sehingga pasien dengan ketosis akibat kelaparan jarang datang dengan kadar konsentrasi bikarbonat <18>

Dalam tiga penelitian uji klinis randomisasi terkontrol yang melibatkan total 73 pasien dengan KAD, pemberian sodium bikarbonat tidak memberikan keuntungan.7-10 Sebagian besar pasien KAD tidak memerlukan pemberian sodium bikarbonat, karena pemberian infus insulin dapat memperlambat kecepatan produksi ketoacid, dan ion bikarbonat akan diproduksi ketika anion ketoasid teroksidasi. Meskipun demikian, setelah pemberian insulin kecepatan produksi ketoasid mungkin tidak mengalami penurunan sampai beberapa jam kemudian. Selain itu, produksi ion bikarbonat akan mengalami penurunan jika otak dan ginjal mengoksidasi lebih sedikit ketoasid. Kecepatan penggunaan ATP dalam otak mengalami penurunan ketika pasien koma dan ketika pasien dalam pengaruh sedatif akibat pemberian obat atau etanol, karena kedua kondisi ini dapat menyebabkan penurunan kecepatan metabolisme serebral. Pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal, ekskresi ketoasid akan mengalami penurunan karena kecepatan oksidasi b-hidroksibutirat dan ekskresi amonium mengalami penurunan dan pemberian cairan salin secara cepat akan menyebabkan penurunan konsentrasi plasma bikarbonat akibat dilusi.

Meskipun konsensus tidak menyarankan untuk memberikan koreksi dengan sodium bikarbonat pada pasien dengan KAD, kecuali jika pH plasma arteri di bawah 6.90, Kamel dkk, menyarankan bahwa keputusan terapi sodium bikarbonat pada pasien dewasa dengan KAD harus dipertimbangkan secara individual dan tidak  hanya bergantung pada nilai pH darah semata . Terapi dengan sodium bikarbonat dapat dipertimbangkan pada pasien yang diperkirakan memiliki kemampuan kecepatan pembuangan ketoasid rendah (pada pasien dengan penurunan kesadaran atau pasien dengan disfungsi ginjal tingkat lanjut yang telah diketahui sebelumnya), untuk menghindari perburukan penurunan pH plasma dan kemungkinan perburukan status hemodinamik. Pada penderita yang diperkirakan memiliki kemampuan ekskresi ketoasid yang rendah pemberian terapi dengan sodium bikarbonat harus diinfuskan dengan kecepatan yang sesuai dengan kecepatan produksi ketoasid hepatik, yang berkisar sekitar 60 mmol per jam (8,10). Semoga informasi pada artikel ini memberikan gambaran kegawatan pada KAD sehingga masyarakat awam lebih waspada dan bisa segera membawa pasien/sanak keluarga yang mengalami KAD ke RS. Salam Sehat.

 

Daftar Pustaka

Chua HR, Schneider A, Bellomo R. Bikarbonat pada ketoasidosis diabetik – tinjauan sistematis. Ann Perawatan Intensif. 2011;1(1):23.

Umpierrez G, Korytkowski M. Keadaan darurat diabetes – ketoasidosis, keadaan hiperosmolar hiperglikemik dan hipoglikemia. Nat Rev Endocrinol. 2016;12(4):222-32.

Kitabchi AE, Umpierrez GE, Murphy MB, Barrett EJ, Kreisberg RA, Malone JI, dkk. Manajemen krisis hiperglikemik pada pasien dengan diabetes. Perawatan diabetes. 2001;24(1):131-53.

Pollock F, Funk DC. Manajemen diabetes akut: pasien dewasa dengan krisis hiperglikemik dan hipoglikemia. Perawatan kritis AACN Adv. 2013;24(3):314-24.

Westerberg DP. Ketoasidosis diabetik: evaluasi dan pengobatan. Saya Dokter Fam. 2013;87(5):337-46.

Smiley D, Chandra P, Umpierrez GE. Pembaruan tentang diagnosis, patogenesis, dan pengelolaan diabetes mellitus Tipe 2 yang rawan ketosis. Manajemen diabetes. 2011;1(6):589-600.

Kitabchi AE, Umpierrez GE, Miles JM, Fisher JN. Krisis hiperglikemik pada pasien dewasa dengan diabetes. Perawatan diabetes. 2009;32(7):1335-43.

Seth P, Kaur H, Kaur M. Profil Klinis Ketoasidosis Diabetik: Studi Prospektif di Rumah Sakit Perawatan Tersier. J Clin Diagn Res. 2015;9(6):OC01-4.

Kamel KS, Halperin ML. Acid-base problems in diabetic ketoacidosis. N Engl J Med. 2015;372(20):1969-70.