Apa itu Depresi? Penyebab, Gejala, & Cara Mengobatinya

Depresi adalah gangguan kesehatan mental yang dapat memengaruhi perasaan, cara berpikir, serta perilaku seseorang. Kondisi ini dapat menyebabkan seseorang memiliki perasaan sedih yang mendalam hingga kehilangan minat untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

 

Mari kenali penyebab, gejala, dan cara mengatasi depresi selengkapnya melalui ulasan di bawah ini.

 

Apa itu Depresi?

 

Depression atau depresi adalah gangguan suasana hati yang menyebabkan seseorang merasa sangat sedih dan kehilangan minat pada hal-hal yang disukai. Pada dasarnya, seseorang dapat dikatakan mengalami depresi saat merasa sangat sedih, hampa, dan putus asa selama lebih dari 2 minggu.

 

Depresi adalah kondisi yang bisa dialami oleh siapa saja, bahkan bisa terjadi pada anak-anak sekalipun. Kendati demikian, kondisi ini lebih sering terjadi pada orang dewasa.

 

Berdasarkan penyebab dan tingkat keparahannya, depresi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu:

  • Depresi mayor: Ditandai dengan rasa sedih, putus asa, hilangnya ketertarikan atau minat terhadap sesuatu, dan gejala depresi lainnya yang bisa terjadi hampir setiap saat dan dapat berlangsung selama lebih dari 2 minggu.

  • Distimia atau gangguan depresi persisten: Gangguan depresi kronis yang berlangsung dalam kurun waktu yang panjang, yaitu selama lebih dari 2 tahun. Pada distimia, gejala depresinya tidak terlalu parah seperti depresi berat.

  • Gangguan bipolar: Gangguan mental berupa perubahan emosi dan suasana hati secara drastis pada dua periode waktu, yaitu episode mania/hipomania (sangat senang) dan episode depresi mayor (sangat sedih).

  • Premenstrual dysphoric disorder (PMDD): Gangguan emosi dan fisik yang kerap terjadi pada wanita sebelum memasuki periode menstruasi. Gangguan ini merupakan bentuk yang lebih parah dari premenstrual syndrome (PMS) atau sindrom pramenstruasi.

  • Depresi postpartum: Depresi yang kerap dialami oleh wanita setelah melahirkan. Kondisi ini biasanya ditandai dengan gejala depresi mayor selama kurang lebih 1 tahun pasca melahirkan.

  • Psychotic depression: Depresi berat yang disertai dengan gejala psikotik, seperti delusi, gangguan pola pikir, dan halusinasi.

  • Atypical depression: Ditandai dengan gejala depresi yang tidak khas, seperti terlalu sering tidur, kenaikan berat badan secara drastis, dan lain sebagainya. Umumnya, kondisi ini dapat mereda jika penderitanya sudah berada dalam suatu kondisi atau suasana yang positif.

 

Penyebab Depresi

 

Belum diketahui secara pasti apa penyebab seseorang mengalami depresi. Namun, para ahli menduga bahwa kondisi ini dapat dipicu oleh berbagai hal, seperti:

  • Terdapat riwayat keluarga dengan gangguan kesehatan mental, seperti gangguan makangangguan kecemasan, atau post-traumatic stress disorder (PTSD).

  • Gangguan senyawa kimia pada otak.

  • Gangguan keseimbangan hormon. Kondisi ini kerap dialami oleh pengidap penyakit tiroid, wanita menopause, ibu hamil, dan wanita sebelum maupun selama periode menstruasi.

  • Stres berat akibat kejadian-kejadian tertentu seperti kesulitan finansial, masalah rumah tangga, kematian orang terdekat, merasa terisolasi, tidak ada dukungan dari orang sekitar, dan lain sebagainya.

  • Trauma masa lalu, seperti pernah menjadi korban bullying, pelecehan seksual, dan lain-lain.

  • Mengidap penyakit serius atau kronis, seperti stroke, kankerHIV/AIDS, penyakit jantung, dan lain-lain.

  • Efek samping dari obat-obatan tertentu, seperti obat hipertensi atau obat tidur.

  • Memiliki kepribadian tertentu, seperti pesimis, rendah diri, atau terlalu bergantung pada orang lain.

  • Ketergantungan NAPZA atau kecanduan alkohol.

 

Gejala Depresi

 

Secara umum, gejala depresi dapat dilihat melalui dua kondisi, yaitu psikis dan fisik. Adapun sejumlah gejala psikis dari depresi adalah:

  • Merasa rendah diri, putus asa, dan tidak berharga.

  • Merasa khawatir dan cemas berlebihan.

  • Sangat sensitif, seperti mudah marah, tersinggung, atau sedih.

  • Sulit untuk memusatkan fokus dan konsentrasi.

  • Kesulitan untuk berpikir dan mengambil keputusan.

  • Cenderung menutup diri dari lingkungan sosial.

  • Tidak ada ketertarikan, minat, atau motivasi untuk melakukan apa pun.

 

Di sisi lain, sejumlah gejala fisik yang dapat muncul akibat depresi adalah sebagai berikut:

  • Terlalu banyak tidur atau bahkan insomnia.

  • Peningkatan atau bahkan penurunan nafsu makan secara drastis.

  • Mudah lelah dan tidak bertenaga.

  • Nyeri pada bagian tubuh tertentu tanpa diketahui penyebab pastinya (gangguan psikosomatik).

  • Berat badan turun ataupun naik secara drastis.

  • Penurunan gairah seksual.

 

Komplikasi Depresi

 

Apabila tidak segera ditangani dengan tepat, depresi berisiko menimbulkan sejumlah komplikasi, yaitu:

  • Kondisi medis tertentu, seperti penyakit jantungobesitas, dan diabetes akibat pola hidup tidak sehat selama mengalami depresi.

  • Penyalahgunaan NAPZA dan alkohol.

  • Gangguan tidur.

  • Isolasi sosial.

  • Menimbulkan kecenderungan untuk melukai diri sendiri (self-harm) hingga memicu keinginan bunuh diri.

  • Menimbulkan gejala psikosis, seperti delusi dan halusinasi.

 

Diagnosis Depresi

 

Langkah awal yang dilakukan dokter untuk mendiagnosis depresi adalah dengan melakukan anamnesis atau wawancara medis dengan pasien guna mengetahui keluhan yang dialami. Setelah itu, sejumlah prosedur pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengonfirmasi diagnosis depresi adalah:

  • Pemeriksaan fisik: Dilakukan untuk mengetahui apakah depresi yang dialami oleh pasien berkaitan dengan kondisi fisik tertentu.

  • Evaluasi kejiwaan: Dokter akan menanyakan dan mengobservasi gejala, perasaan, pikiran, serta pola perilaku pasien.

  • Tes laboratorium: Dokter dapat melakukan tes darah lengkap untuk mendeteksi gangguan hormon tiroid atau penyakit lainnya yang bisa memicu depresi.

 

Lalu, dokter dapat menyesuaikan hasil pemeriksaan tersebut dengan kriteria diagnosis yang tertulis pada buku Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM-5) ataupun Pedoman Praktis Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) untuk mengonfirmasi diagnosis depresi pada pasien.

 

Cara Mengatasi Depresi

 

Metode pengobatan depresi cenderung bervariasi yang bisa disesuaikan dengan kondisi pasien. Adapun sejumlah metode pengobatan yang dapat dilakukan oleh dokter untuk menangani depresi adalah:

  • Psikoterapi untuk membentuk pola pikir dan cara berperilaku yang baik pada pasien.

  • Konsumsi obat-obatan antidepresan yang diresepkan oleh dokter. Obat-obatan tersebut bekerja dengan menyeimbangkan zat kimia pada otak yang berfungsi untuk mengatur emosi dan suasana hati.

  • Terapi stimulasi otak, seperti electroconvulsive therapy (ECT), transcranial magnetic stimulation (TMS), atau vagus nerve stimulation (VHS) untuk mengatur arus listrik ke otak dan menstimulasi sel-sel saraf di dalam otak yang berfungsi untuk mengendalikan suasana hati. Terapi ini biasanya diberikan kepada pasien yang tidak merespon terhadap pengobatan, terdapat gejala psikosis, dan terdapat percobaan bunuh diri.

  • Perawatan mandiri untuk mengoptimalkan penanganan depresi, seperti menerapkan pola hidup sehat, berlibur, dan lain-lain.

 

Cara Mencegah Depresi

 

Sebetulnya, belum diketahui secara pasti apa cara yang efektif untuk mencegah terjadinya depresi. Namun, beberapa cara yang bisa dilakukan untuk membantu menurunkan risiko depresi adalah sebagai berikut:

  • Mengelola dan mengatasi stres sebaik mungkin, seperti melakukan yoga dan meditasi secara rutin.

  • Mengatur waktu istirahat dan tidur yang cukup.

  • Menghindari konsumsi minuman beralkohol.

  • Menerapkan gaya hidup sehat, seperti mengonsumsi makanan sehat dengan gizi seimbang, rutin berolahraga, dan lain sebagainya.

  • Membatasi penggunaan media sosial yang tidak bermanfaat.

  • Jangan mengisolasi diri.

  • Mengobati masalah kesehatan yang diderita secara rutin.

  • Berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater apabila merasakan sedih yang mendalam dan berkepanjangan.