Apa itu Botulisme? Penyebab, Gejala, & Cara Mengobatinya

Botulisme adalah salah satu penyakit langka yang menyerang sistem saraf. Meski jarang terjadi, kondisi ini perlu diwaspadai karena tergolong dalam penyakit serius yang mengancam nyawa. Apabila dibiarkan, botulisme dapat menyebabkan berbagai komplikasi, seperti gangguan sistem saraf, kelumpuhan, bahkan dapat berujung pada kematian.

 

Agar lebih waspada, mari simak informasi lebih lanjut mengenai penyebab, gejala, hingga cara mencegah botulisme dalam artikel berikut ini.

 

Apa itu Botulisme?

 

Botulisme adalah penyakit langka akibat racun yang menyerang sistem saraf. Racun tersebut dihasilkan oleh bakteri Clostridium botulinum. Pasalnya, bakteri tersebut dapat menghasilkan racun yang kuat, bahkan dapat mengancam nyawa orang yang terkena infeksi bakteri tersebut.

 

Racun dari bakteri Clostridium botulinum dapat menyerang sistem saraf (otak dan sumsum tulang belakang) dan menyebabkan kejang atau lumpuh otot (paralisis flaksid), baik pada manusia maupun hewan.

 

Sebenarnya, botulisme masih bisa disembuhkan dengan bantuan pengobatan yang tepat. Namun, jika dibiarkan atau penanganannya terlambat, maka racun bisa menyebar dan menyebabkan komplikasi serius yang mengancam nyawa.

 

Penyebab Botulisme

 

Penyebab utama botulisme adalah racun yang dihasilkan oleh bakteri Clostridium botulinum. Spora dari bakteri ini mampu bertahan hidup di lingkungan yang panas hingga mencapai suhu 90 derajat celcius dan aktif pada lingkungan asam. Namun, Clostridium botulinum baru bisa melepaskan racun ketika berada pada lingkungan yang tidak mendapatkan cukup oksigen (anaerob), seperti pada saat di bawah tanah/lumpur, botol atau kaleng tertutup, dan tubuh manusia.

 

Racun botulinum terbagi menjadi 8 jenis, yaitu tipe A, B, C, D, E, F, G, dan H. Tipe A dan B dapat memicu munculnya penyakit pada manusia serta kerap dimanfaatkan dalam dunia kedokteran untuk mengobati kejang otot atau penyakit dengan pergerakan otot yang terlalu aktif.

 

Tipe E dan F juga dapat menyebabkan timbulnya penyakit pada manusia. Tipe H adalah racun yang dianggap paling berbahaya di dunia. Tipe C, D, dan G masih jarang ditemukan.

 

Racun tipe A, B, dan E sering ditularkan melalui makanan, terutama tipe E yang spesifik terdapat pada ikan. Selain dari makanan, botulisme bisa terjadi karena kontaminasi luka. Kondisi ini juga dapat dipicu oleh adanya spora bakteri yang tumbuh di usus bayi atau pemberian madu pada bayi. Di beberapa kasus, botulisme dapat disebabkan oleh bioterorisme.

 

Jenis-Jenis Botulisme

 

Berdasarkan faktor risikonya, penyakit botulisme terbagi menjadi beberapa jenis, di antaranya adalah sebagai berikut:

 

  • Botulisme bawaan makanan (foodborne botulism): Bakteri berkembang dan menghasilkan racun di lingkungan yang rendah oksigen, seperti pada makanan kaleng yang tidak diproses dengan baik.
  • Botulisme luka (wound botulism): Bakteri masuk melalui luka dan menyebabkan infeksi berbahaya. Kondisi ini sering terjadi pada orang dengan riwayat penyalahgunaan NAPZA dalam bentuk suntikan.
  • Botulisme bayi (infant botulism): Botulisme yang disebabkan oleh masuknya spora bakteri C. botulinum ke dalam usus bayi akibat makanan yang terkontaminasi (biasanya madu).
  • Botulisme iatrogenik (iatrogenic botulism): Meski jarang terjadi, botulisme dapat disebabkan oleh suntikan botox yang berlebihan untuk alasan estetika.

 

Gejala Botulisme

 

Gejala botulisme biasanya muncul dalam 6–10 hari setelah infeksi awal. Namun, pada sebagian besar kasus botulisme bayi dan makanan, gejala bisa muncul dalam waktu 12–36 jam setelah mengonsumsi makanan tertentu yang terkontaminasi. Gejala yang terjadi bisa berbeda-beda, tergantung dari jenisnya.

 

Gejala botulisme bayi:

 

  • Menangis lemah.
  • Kelelahan.
  • Sembelit (paling umum terjadi).
  • Tidak bisa menyusu.
  • Gelisah.
  • Kelopak mata melemah.
  • Keluar air liur berlebih.
  • Lemah otot.
  • Kelumpuhan.

 

Gejala botulisme makanan:

 

  • Mual muntah.
  • Kram perut.
  • Kesulitan menelan.
  • Kesulitan berbicara.
  • Penglihatan buram.
  • Sesak napas.
  • Kelopak mata melemah.
  • Kelemahan di kedua sisi wajah.
  • Kelumpuhan.
  • Mulut kering.

 

Gejala botulisme luka:

 

  • Kesulitan menelan dan berbicara.
  • Kemerahan dan bengkak pada kulit.
  • Demam.
  • Sesak napas.
  • Kelumpuhan.
  • Kelemahan pada kedua sisi wajah.

 

Gejala botulisme iatrogenik:

 

  • Nyeri kepala.
  • Kelemahan otot.
  • Kelumpuhan wajah.

 

Diagnosis Botulisme

 

Sebelum menegakkan diagnosis, dokter akan melakukan anamnesis atau wawancara medis terkait gejala yang muncul, serta makanan yang dikonsumsi dan riwayat kesehatan sebelumnya. Kemudian, dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik untuk mendeteksi tanda-tanda kelumpuhan ataupun luka pada tubuh pasien.

 

Adapun beberapa pemeriksaan penunjang yang digunakan dokter untuk membantu menegakkan diagnosis botulisme adalah:

 

  • Tes sampel darah, feses, atau muntah untuk mendeteksi racun dari bakteri C. botulinum.
  • Elektromiografi, untuk memeriksa fungsi otot dan saraf.
  • CT scan atau MRI kepala, untuk menyampingkan kemungkinan gejala diakibatkan oleh gangguan kesehatan lain, misalnya stroke.
  • Pemeriksaan cairan serebrospinal, untuk memastikan adanya infeksi atau cedera pada otak dan sumsum tulang belakang.

 

Pengobatan Botulisme

 

Pengobatan utama pada botulisme adalah pemberian antitoksin dengan tujuan mencegah racun berikatan dengan saraf dan menyebabkan kerusakan saraf, serta untuk menurunkan risiko komplikasi. Sayangnya, pengobatan antitoksin tidak dapat melepaskan racun yang sudah berikatan dengan saraf.

 

Kemudian, dokter akan melakukan tindakan lebih lanjut yang disesuaikan dengan jenis-jenis botulisme. Umumnya, pasien botulisme makanan akan diberikan resep obat untuk merangsang pasien memuntahkan makanan dan obat pencahar untuk mengeluarkan racun dari sistem pencernaan.

 

Sedangkan pada botulisme luka, biasanya dokter akan melakukan operasi untuk mengangkat jaringan yang terinfeksi dan memberi obat antibiotik setelahnya. Sementara itu, pasien yang mempunyai gejala lain juga bisa mendapatkan penanganan berupa:

 

  • Alat bantu pernapasan, diberikan jika pasien mengalami sesak napas akibat melemahnya otot-otot pernapasan.
  • Pemasangan selang makanan, diberikan pada pasien dengan gangguan menelan agar pasien tidak kekurangan nutrisi.
  • Terapi rehabilitasi, ditujukan pada pasien dengan kondisi yang sudah stabil untuk membantu memulihkan gangguan bicara, menelan, atau fungsi tubuh lainnya.

 

Komplikasi Botulisme

 

Mengingat bahwa botulisme adalah kondisi yang memengaruhi otot-otot tubuh, maka ada berbagai risiko komplikasi yang bisa terjadi. Beberapa komplikasi akibat botulisme adalah sebagai berikut:

 

  • Kesulitan menelan.
  • Kelemahan otot dalam jangka panjang.
  • Kesulitan berbicara.
  • Kelelahan.
  • Gangguan sistem pernapasan.

 

Komplikasi yang paling berbahaya akibat botulisme adalah sesak napas. Kondisi ini merupakan penyebab utama kematian pada kasus botulisme.

 

Pencegahan Botulisme

 

Beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya botulisme adalah sebagai berikut:

 

  • Memasak makanan hingga matang.
  • Hindari mengonsumsi makanan yang diawetkan atau yang sudah basi.
  • Masukkan sisa makanan kaleng yang sudah dibuka ke dalam kulkas.
  • Hindari mengonsumsi makanan dari kaleng atau kemasan yang rusak.
  • Membersihkan luka dengan benar untuk mencegah infeksi.
  • Tidak menyalahgunakan NAPZA.
  • Hindari pemberian madu atau sirup jagung pada anak di bawah usia 1 tahun.